Jumat, 07 Agustus 2009

Content Bookleat "Ucu"


Sistem dan Kurikulum Pendidikan; Sebuah Jalan Buntu
Oleh : Ucu Abdul Barri


DISADARI atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini adalah sistem pendidikan yang tanpa arah. Selama ini, banyak yang beranggapan bahwa pendidikan formal dinilai hanya sebatas formalitas saja. Tidak perduli bagaimana hasil pembelajaran formal tersebut, yang terpenting adalah telah melaksanakan pendidikan di jenjang yang tinggi dan dapat dinaggap hebat oleh masyarakat. Anggapan seperti itulah yang menyebabkan efektifitas pengajaran di Indonesia sangat rendah. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh praktisi pendidikan di lapangan, salah satu penyebab dari rendahnya efektifitas pengajaran di Indonesia adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak tahu “goal” apa yang akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan.

Saat ini sistem pendidikan nasional kita diatur dalam UU No. 20 Tahun 2003 serta PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang kemudian dijelaskan dalam Permendiknas RI. Di dalam masyarakat Indonesia dewasa ini muncul banyak kritikan baik dari praktisi pendidikan maupun dari kalangan pengamat pendidikan mengenai pendidikan nasional yang tidak mempunyai arah yang jelas. Dalam RENSTRA Departemen Pendidikan Nasional tahun 2005–2009, pemerintah lebih menekankan pada manajemen dan kepemeimpinan bukan masalah pokok yaitu pengembangan anak Indonesia. Tidak hanya itu, saat ini pemerintah telah melakukan pelepasan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan nasional yang dialihkan dari negara kepada masyarakat dengan mekanisme BHP (lihat UU BHP dan PP tentang SNP No.19/2005) yaitu adanya mekasnisme Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada tingkat SD-SMA dan Otonomi Pendidikan pada tingkat Perguruan Tinggi. Seperti halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal untuk diinvestasikan dalam operasional pendidikan. Disana kita dapat melihat bagaimana tingkat keseriusan pemerintah terhadap peningkatan pendidikan dinegara kita.

Permasalahan lain yang mendukung suramnya wajah pendidikan kita yaitu adanya bongkar-pasang kurikulum pendidikan. Sistem pendidikan Nasional bukanlah milik Presiden, Menteri ataupun para elit Politik. Indonesia sudah beberapa kali melakukan bongkar-pasang kurikulum pendidikan. Mulai kurikulum 1984, 1989, 1994 dan terakhir adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) kemudian diganti lagi dengan KTSP. Semuanya dilakukan atas dasar guna peningkatan mutu pendidikan. Kurikulum adalah komponen penting dalam sebuah sistem pendidikan. Berhasil dan gagalnya dari suatu sistem pendidikan tentu sangat dipengaruhi oleh faktor tersebut.
Kurikulum pendidikan kita selama ini belum dapat memberikan ruang kreasi siswa. Model seperti ini Paulo Freire menyebutnya dengan banking concept of education atau pendidikan gaya bank, dimana pendidik hanya berperan sebagai penabung yang mendepositokan banyak informasi kepada siswa, tetapi tidak pernah membicarakannya untuk apa informasi itu harus dikuasai siswa.

Kawan. . .
Dunia mahasiswa adalah dunia penjelajahan intelektual. Edward Shill mengkategorikan mahasiswa sebagai lapisan intelektual yang memliki tanggung jawab sosial yang khas.
Sebuah perubahan besar dimulai dari perubahan-perubahan kecil.
Apa yang ada di depan kita dan apa yang ada di belakang kita adalah hal terkecil dibanding dengan apa yang ada dalam diri kita.
Mari langkahkan kaki, bersama untuk berkontribusi.
Hidup mahasiswa....!!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar